Kamis, 15 Mei 2014

Telunjuk Ngaji Nenek






Holaa guys. Welcome back here. Kali ini saya mau cerita sebuah kisah inspiratif dari tanah lahat. Eits bukan liang lahat yaa. Nanti dikira kuburan lagi. Tapi Lahat yang ini adalah salah satu nama kabupaten yang ada di Sumsel. Kira-kira 5 jam dari kota Palembang.

Nah, trus apa seeh hubungannya antara Lahat dan Telunjuk ngaji. Okey tenang, akan saya ceritakan kronologinya. Pas lebaran 2013 kemarin saya diajak Uwak saya mengunjungi putrinya ‘Yuk Pit’ yang tinggal di Lahat. Yaa, berhubung ada kesempatan, kapan lagi nich bisa mudik ke dusun. Kepingin refreshing, penat juga menghirup polusi kota Palembang. Saban hari ngampus yang di lihat entu-entu aje.

Okey next, it’s the nice trip looh. Berduaan sama Uwak dengan naik travel, iih romantis bangeet, Uwak saya cewek tauk. Haha. Melintasi dusun demi dusun, bukit, sawah, jurang, masyaAllah keren bingiits. Nggak nyangka ternyata nggak jauh dari tempat saya tinggal masih banyak-tempat indah nan asri seperti ini. Alhamdulillah.

Agak sore tibalah kami di terminal, ternyata perjalanan kami belum selesai. Kami harus menaiki travel sekali lagi. Kerena lokasi rumah Yuk Pit di ‘pedalaman’, jadi kami harus menyambung mobil dengan trayek khusus desa. Eeh, saya kira travelnya nggak jauh beda dengan travel yang saya naiki sebelumnya, sejenis APV lah. Namun yang kedua berupa bis guys, dilihat dari penampilannya nih bis kayaknya sudah cukup ‘berumur’ alias ‘tuir’.

Lagi-lagi saya melihat pemandangan yang membuat hati dan pikiran sejuuuk. Pepohonan, sawah, hutan, sungai, jurang. Oh indahnya.... coba Palembang kayak gini yah. Pasti uenak tenan.

Jeglak-jegluk, jeglak-jegluk, mungkin inilah gambaran yang paling sederhana atas apa yang saya alami di dalam bis. Ada saja hal-hal yang mengurangi kenyamanan saya. Ituloh, jalanan rusak, banyak lobang. Yaaah, mungkin karena daerah pedalaman jadi kurang pengawasan dari pemerintah.

Sekitar sejam perjalanan dari terminal menuju rumah Yuk Pit, akhirnya sampai juga. Sik asyiik. Akhirnya wong kota masuk desa. Kegirangan gaya norak. Eeh. Taraa, saya berjumpa dengan 2 pengeran ganteng alias Ikhsan (6) dan Raffa (3). Ini dua jagoan kecil yang paling saya tunggu-tunggu. Sorry bray, bukan buat di cium atau di manja. Tapi buat saya jahilin. Haha.

Woow, dusun sepi banget yaak. Nggak banyak hiburan kayak di kota. Jajanan juga nggak ada. Dan yang lebih parah lagi, nggak ada sinyal telpon meen. Walau sudah pake kartu Simpati yang sinyalnya kenceeng banget, tetep aja nggak bisa. Nah nah, gimana ini. Karena udah janji sama Ayah, kalo udah nyampe harus ngehubungi beliau, biasa.... khawatir sama princess nya kalo-kalo diculik orang. Ayah oh Ayah, pernah sampe nangis gara-gara saya tinggal 11 hari jalan-jalan ke pulau seberang tanpa ‘keeping on contact’ dengan beliau. Dikiranya saya jadi anak hilang. Haha

Seketika gelabakan gara-gara tak menemukan sinyal. Dan Yuk Pit pun merekomendasikan saya untuk pergi ke bukit. Loh loh apa-apaan nih. Emangnya saya mau panjat tebing apa. Oh ternyata, di daerah sini memang kadang-kadang sinyal hilang. Dan salah satu ‘spot’ sinyal yang masih kenceng yaitu di bukit.

Yaah, tak ada pilihan lain selain ke bukit. Daripada Ayah nangis lagi. *Ngek-ngok. Dan akhirnya dapat juga sinyalnya. Nih ada lokasi bukit dalam frame saya.





Nih tempat bisa asumsikan sebagai ‘wartel atau wireless’ nya orang-orang desa. Jadi kalo mau nelpon, sms, atau ngenet, kesini aje. Asal ada pulsanya. Hehe. Di bagian bawah terbentang sawah nan luas, cucok banget kayak di tipi-tipi, secara di Palembang saya tidak menemukan persawahan seluas ini. Emang ada sih di daerah tempat tinggal saya persawahan, tapi sekarang sudah banyak rumah-rumah, jadi pemandangannya nggak natural lagi.

Disamping ke rumah Yuk Pit, kami juga mengunjungi rumah ‘Nenek’, Bapak mertua Uwak yang rumahnya tidak terlalu jauh dari rumah Yuk Pit. Loh kok nenek? Bukannya kalo laki-laki di panggil kakek, nah itu juga yang buat saya bingung. Nggak tau laah, mungkin udah kebiasaan orang sana kali. Saya tidak tahu pasti berapa usia nenek yang sebenarnya, tapi sekitaran 80an atau bahkan 90an lah. Beliau orang Lahat aseli. Kecil, besar, dan berharap tuanya tetap tinggal disini (katanya). Luar biasa.

Nah yang buat saya salut sama nenek ketika kami mengunjungi beliau adalah semangat beliau untuk berbagi ilmu kepada anak-anak di sekitar rumahnya. Yaah, beliau mengajar ‘ngaji’ anak-anak tetangga. Mulai dari Iqro sampe Al-Qur’an. Walau secara kasat mata nenek kelihatan manula banget, tapi semangatnya nggak kalah sama anak-anak muda seperti saya.

Kebetulan ketika kami kesana, tepat sekali beliau sedang mengajar ‘ngaji’. Saya cukup antusias memperhatikan apa yang sedang saya saksikan. Eeeh tiba-tiba Uwak saya menyuruh saya untuk membantu nenek mengajar ‘ngaji’ anak-anak tersebut. Dengan senang hati saya menerima tawaran tersebut. Lumayan, jalan-jalan sambil beramal. Hehe

Selagi menyaksikan kejadian tersebut, saya pun merenung. MasyaAllah, luar biasa sekali nenek ini. Di hari-hari tuanya, beliau menyibukkan diri dengan amal jariyah seperi ini. Membagi-bagikan ilmu yang bermanfaat, terebih lagi ilmu agama. Sungguh, masa tua yang indaaah.

Subuh-subuh, saya mendengarkan suara murotal yang membangunkan saya dari tempat peraduan. Ternyata suara ini bersumber dari masjid. Saya pun bertanya kepada Yuk Pit, siapa sih yang nyetel itu suara? Dan Yuk Pit menjawab, itu kerjaanya nenek. Huaaah, nenek lagi. Disaat orang-orang sedang terlelap dalam mimpi indahnya, engkau berusaha membagunkan mereka, tanpa perduli apakah mereka merasanya nyaman atau tidak, yang penting engkau sudah berusaha mengajak mereka untuk bermunajat kepada-Nya. Ah nenek engkau sungguh berkesan pada mudik ku kali ini.
Telunjuk Ngaji Nenek. Yaah, saya jadi terinspirasi untuk menulis gara-gara telunjuk ngaji nenek. Ngomong-ngomong masalah telunjuk ngaji, saya jadi teringat sepenggal kisah yang di ceritakan Ibu ketika saya masih kecil. Tentang telunjuk ngaji. Kata Ibu ‘saat memotivasi saya supaya rajin mengaji’... “Yuli, ketika kiamat nanti, Al-Qur’an ini akan menjadi kapalnya, kulit/cover Qur’an ini akan menjadi tudungnya, dan ‘telunjuk’ ini akan menjadi gayungnya. Jadi kamu harus rajin ngaji, supaya kiamat nanti kamu punya kapal.” Dengan polosnya saya mempercayai apa yang ibu katakan.” Entah darimana Ibu mendapatkan kisah seperti itu, sejauh yang saya pelajari saya belum pernah menemukan riwayat sahih tentang kebenaran cerita itu. Atau ini hanyalah kisah fiktif yang tidak diketahui asal-usulnya. Walahu’alam.

Dunia per’ngajian’ memang tidak asing dalam keluarga saya. Karena kebetulan Ibu saya sendiri mengajar ‘ngaji’ di kampung kami. Ustazah Aminah orang-orang memanggilnya, entah apakah ini sebuah penghormatan atau hanya sebuah panggilan bagi seorang guru ‘ngaji’. Kalo secara bahasa literatur Arab, ustazah artinya guru perempuan. Tanpa harus melihat apakah ia guru mengaji, guru sekolah, guru silat, atau guru-guruan. Hehe. Yang jelas Ibu saya bukan semacam Ustazah yang ceramah kesana-kemari seperti Mamah Dedeh. Karena mungkin tsaqofah nya belum sejauh itu dan mungkin bukan bakatnya. Hehe. #peacee Ibu. I love you full. Oh iya, Uwak saya tadi juga guru ngaji looh. Hehe


Ngaji...ngaji....ngaji. Poko’e ngaji. Whrerever, whenever, and whatever. Kalo dilihat makna secara sempit ngaji bisa diartikan ‘membaca Al-Qur’an’, namun jila dartikan secara luas ngaji adalah sebuah aktifitas yang dilakukan seseorang dalam menuntut ilmu agama.

Ngaji dalam pengertian sempit adalah sebuah aktifitas membaca Al-Qur’an. Ngaji harus menjadi bagian hidup seorang Muslim dan Muslimah. Karena ngaji merupakan ibadah yang besar manfaatnya sebab Al-Qur’an yang di ajikan akan menjadi syafaat bagi manusia di akhirat kelak. Nah, untuk menjadi seorang qori’/pengaji yang baik dan handal. Dibutuhkan waktu yang cukup alot, karena ngaji tidak sama dengan membaca buku Bahasa Indonesia. Karena ada kaidah-kaidah yang harus diperhatikan ketika ngaji. Mulai dari makhroj, tajwid, mad, dll. Belajar ngaji pun tak langsung membaca Surah Al-Baqarah. Tapi berawal dari ngaji Iqro yang membutuhkan waktu berbulan-bulan hingga bertahun-tahun.

Betapa pentingnya ngaji bagi seorang Muslim. Karena tidak akan tegak sholat itu jika seorang muslim tidak bisa ngaji. Jadi, sebelum kita mempelajari cabang-cabang ilmu agama yang lain, maka mempelajari Al-Qur’an adalah yang lebih utama. Karena segala sumber ilmu berada di dalamnya. Bagaimana mungkin seorang muslim bisa memahami ilmu hadist maupun fiqih sementara ia tak bisa membaca Al-Qur’an terlebih lagi untuk menghapalkannya. Sebagaimana yang dikatakan oleh ulama salaf kita :

Al-Hafidz An-Nawawi rahimahullah berkata:
"Yang pertama kali dimulai adalah menghafal Al-Qur'an yang mulia, di mana itu adalah ilmu yang terpenting di antara ilmu-ilmu yang ada. Adalah para salaf dahulu tidak mengajarkan ilmu-ilmu hadits dan fiqih kecuali kepada orang yang telah menghafal Al-Qur'an. Apabila telah menghafalnya, hendaklah waspada dari menyibukkan diri dengan ilmu hadits dan fiqih serta selain keduanya dengan kesibukan yang dapat menyebabkan lupa terhadap sesuatu dari Al-Qur'an tersebut, atau waspadalah dari hal-hal yang dapat menyeret pada kelalaian terhadapnya (Al-Qur'an)."

Banyak di kalangan masyarakat di sekitar kita yang berasumsi bahwa aktifitas mengaji adalah aktifitasnya anak-anak TPA. Aktifitasnya anak-anak kecil yang ketika mereka beranjak remaja sedikit demi sedikit mereka meninggalkan aktifitas mengaji ini. Entah dengan alasan malas atau gengsi. Banyak di kalangan remaja kita yang malah meninggalkan jauh-jauh aktifitas ngaji ini. Sepertinya mereka sudah memiliki dunia yang berbeda. Mereka lebih memilih untuk menikmati hari-harinya dengan pacaran, bermain-main, dan cabe-cabean. Subhanallah. Berikanlah hidayah kepda mereka.

Tak dapat di sangkal lagi, realita yang kita lihat dilapangan sangat memprihatinkan. Semakin hari kerusakan semakin merajalela. Seperti yang kita saksikan di berbagai media tentang apa yang terjadi di kalangan generasi penerus kita. Anak TK disodomi, Anak SD di cabuli, Anak SMP di perkosa, Anak SMA hamil di luar nikah. Sungguh mengerikan. Penyebabnya apa, salah satunya tadi, jauh dari Al-Qur’an.

Memang tidak semua dari kita yang membaca Al-Qur’an dapat memahami terjemahannya secara keseluruhan karena keterbatasan bahasa Arab. Namun, tidakkah Al-Qur’an itu menyinari kalbu? Tanpa harus memahami terjemahan AL-Qur’an, namun jika kita selalu dekat dengan Al-Qur’an, dan membacanya setiap hari dengan khusyuk. Maka niat-niat untuk melakukan maksiat akan tertutup dengan sendirinya. Itulah ajaibnya Al-Qur’an. Namun kebanyakan kita melalaikannya. Hadiah terindah dari Allah untuk kita yang tidak dimiliki oleh umat lain, namun kita malah mengacuhkannya. So, ngaji yuuuk?

Lalu, ngaji dalam makna luas yaitu aktifitas yang dilakukan seseorang dalam mempelajari ilmu agama islam. Ada banyak majelis ilmu yang dapat kita hadiri. Ada banyak ustadz/ah yang bisa kita temui. Ada banyak buku agama yang bisa kita beli. Ada banyak situs islam yang bisa kita baca. So, hal apa lagi yang menghalangimu untuk belajar agama? Dengan tanda kutip, tempat-tempat belajar ngajinya harus yang benar ya. Yang sesuai Al-Qur’an dan Sunnah sesuai dengan pemahaman Salafus Saleh.

Belajar ilmu agama itu hukumnya wajib bagi setiap muslim dan muslimah, tanpa terkecuali. Karena dengan ilmu lah Islam ini bisa tegak. Banyak lagi yang mengasumsikan bahwa belajar ilmu agama itu hanya tugasnya santri-santri pesantren dan mahasiswa IAIN. Salah besar!!

Bayangkan jika setiap muslim yang memiliki kewajiban menjalankan Rukun Islam tidak memiliki ilmunya. Syahadat tak tahu maknanya, sholat tak tahu tata caranya, zakat tak tahu takarannya, puasa tak tahu hukumnya, dan haji tak tahu rukunnya. Apa jadinya jika kita tak memahami 5 ibadah pokok yang wajib di tegakkan oleh setiap muslim dan muslimah?

Guys, yuk manfaatkan masa-masa keemasan kita dengan mempelajari ilmu agama. Karena para pemuda di zaman ini adalah para pewaris mereka (para pemuda dari kalangan shahabat) jika kita mampu untuk memperbaiki diri-diri kita, mengetahui hak dan kewajiban kita, serta melaksanakan semua amanah yang diberikan kepada kita yang berkaitan dengan ummat ini. Dan bagi kita kabar gembira dari Nabi-Shollallahu alaihi wasallam- tatkala beliau bersabda dalam hadits yang shahih, “Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Nya,” lalu beliau menyebutkan di antaranya, “Seorang pemuda yang tumbuh dalam penyembahan kepada Rabbnya.”

Inilah sedikit inspirasi yang bisa saya dapatkan dari Telunjuk Ngaji Nenek. Mengingat betapa pentingnya kedekatan seorang pemuda terhadap agamanya. Karena kita adalah generasi penerus ummat ini. Masa depan ummat ini ada di pundak kita. Semuanya tergantung kita, apakah ingin menjadi generasi emas, atau menjadi ikan mati yang terbawa arus sungai.

Oh iya, pulang dari dusun di kasih oleh-oleh beras. Beras asli dari persawahan yang saya lihat. Rasanya puleeen sekali. Oh ternyata, saya seleranya dusun. Hehe. Wassalam.

Penulis : Cek Noer
Rabu, 15/05/14

1 komentar: