Holaa
guys. Welcome back here. Kali ini saya mau cerita sebuah kisah inspiratif dari
tanah lahat. Eits bukan liang lahat yaa. Nanti dikira kuburan lagi. Tapi Lahat
yang ini adalah salah satu nama kabupaten yang ada di Sumsel. Kira-kira 5 jam
dari kota Palembang.
Nah,
trus apa seeh hubungannya antara Lahat dan Telunjuk ngaji. Okey tenang, akan saya
ceritakan kronologinya. Pas lebaran 2013 kemarin saya diajak Uwak saya
mengunjungi putrinya ‘Yuk Pit’ yang tinggal di Lahat. Yaa, berhubung ada
kesempatan, kapan lagi nich bisa mudik ke dusun. Kepingin refreshing, penat
juga menghirup polusi kota Palembang. Saban hari ngampus yang di lihat
entu-entu aje.
Okey
next, it’s the nice trip looh. Berduaan sama Uwak dengan naik travel, iih
romantis bangeet, Uwak saya cewek tauk. Haha. Melintasi dusun demi dusun, bukit,
sawah, jurang, masyaAllah keren bingiits. Nggak nyangka ternyata nggak jauh
dari tempat saya tinggal masih banyak-tempat indah nan asri seperti ini.
Alhamdulillah.
Agak
sore tibalah kami di terminal, ternyata perjalanan kami belum selesai. Kami harus
menaiki travel sekali lagi. Kerena lokasi rumah Yuk Pit di ‘pedalaman’, jadi
kami harus menyambung mobil dengan trayek khusus desa. Eeh, saya kira travelnya
nggak jauh beda dengan travel yang saya naiki sebelumnya, sejenis APV lah.
Namun yang kedua berupa bis guys, dilihat dari penampilannya nih bis kayaknya
sudah cukup ‘berumur’ alias ‘tuir’.
Lagi-lagi
saya melihat pemandangan yang membuat hati dan pikiran sejuuuk. Pepohonan,
sawah, hutan, sungai, jurang. Oh indahnya.... coba Palembang kayak gini yah. Pasti
uenak tenan.
Jeglak-jegluk,
jeglak-jegluk, mungkin inilah gambaran yang paling sederhana atas apa yang saya
alami di dalam bis. Ada saja hal-hal yang mengurangi kenyamanan saya. Ituloh,
jalanan rusak, banyak lobang. Yaaah, mungkin karena daerah pedalaman jadi
kurang pengawasan dari pemerintah.
Sekitar
sejam perjalanan dari terminal menuju rumah Yuk Pit, akhirnya sampai juga. Sik
asyiik. Akhirnya wong kota masuk desa. Kegirangan gaya norak. Eeh. Taraa, saya
berjumpa dengan 2 pengeran ganteng alias Ikhsan (6) dan Raffa (3). Ini dua
jagoan kecil yang paling saya tunggu-tunggu. Sorry bray, bukan buat di cium
atau di manja. Tapi buat saya jahilin. Haha.
Woow,
dusun sepi banget yaak. Nggak banyak hiburan kayak di kota. Jajanan juga nggak
ada. Dan yang lebih parah lagi, nggak ada sinyal telpon meen. Walau sudah pake
kartu Simpati yang sinyalnya kenceeng banget, tetep aja nggak bisa. Nah nah,
gimana ini. Karena udah janji sama Ayah, kalo udah nyampe harus ngehubungi
beliau, biasa.... khawatir sama princess nya kalo-kalo diculik orang. Ayah oh
Ayah, pernah sampe nangis gara-gara saya tinggal 11 hari jalan-jalan ke pulau
seberang tanpa ‘keeping on contact’ dengan beliau. Dikiranya saya jadi anak
hilang. Haha
Seketika
gelabakan gara-gara tak menemukan sinyal. Dan Yuk Pit pun merekomendasikan saya
untuk pergi ke bukit. Loh loh apa-apaan nih. Emangnya saya mau panjat tebing
apa. Oh ternyata, di daerah sini memang kadang-kadang sinyal hilang. Dan salah
satu ‘spot’ sinyal yang masih kenceng yaitu di bukit.
Yaah,
tak ada pilihan lain selain ke bukit. Daripada Ayah nangis lagi. *Ngek-ngok. Dan
akhirnya dapat juga sinyalnya. Nih ada lokasi bukit dalam frame saya.
Nih
tempat bisa asumsikan sebagai ‘wartel atau wireless’ nya orang-orang desa. Jadi
kalo mau nelpon, sms, atau ngenet, kesini aje. Asal ada pulsanya. Hehe. Di
bagian bawah terbentang sawah nan luas, cucok banget kayak di tipi-tipi, secara
di Palembang saya tidak menemukan persawahan seluas ini. Emang ada sih di
daerah tempat tinggal saya persawahan, tapi sekarang sudah banyak rumah-rumah,
jadi pemandangannya nggak natural lagi.
Disamping
ke rumah Yuk Pit, kami juga mengunjungi rumah ‘Nenek’, Bapak mertua Uwak yang
rumahnya tidak terlalu jauh dari rumah Yuk Pit. Loh kok nenek? Bukannya kalo
laki-laki di panggil kakek, nah itu juga yang buat saya bingung. Nggak tau
laah, mungkin udah kebiasaan orang sana kali. Saya tidak tahu pasti berapa usia
nenek yang sebenarnya, tapi sekitaran 80an atau bahkan 90an lah. Beliau orang
Lahat aseli. Kecil, besar, dan berharap tuanya tetap tinggal disini (katanya).
Luar biasa.
Nah
yang buat saya salut sama nenek ketika kami mengunjungi beliau adalah semangat
beliau untuk berbagi ilmu kepada anak-anak di sekitar rumahnya. Yaah, beliau
mengajar ‘ngaji’ anak-anak tetangga. Mulai dari Iqro sampe Al-Qur’an. Walau
secara kasat mata nenek kelihatan manula banget, tapi semangatnya nggak kalah
sama anak-anak muda seperti saya.
Kebetulan
ketika kami kesana, tepat sekali beliau sedang mengajar ‘ngaji’. Saya cukup
antusias memperhatikan apa yang sedang saya saksikan. Eeeh tiba-tiba Uwak saya
menyuruh saya untuk membantu nenek mengajar ‘ngaji’ anak-anak tersebut. Dengan
senang hati saya menerima tawaran tersebut. Lumayan, jalan-jalan sambil
beramal. Hehe
Selagi
menyaksikan kejadian tersebut, saya pun merenung. MasyaAllah, luar biasa sekali
nenek ini. Di hari-hari tuanya, beliau menyibukkan diri dengan amal jariyah
seperi ini. Membagi-bagikan ilmu yang bermanfaat, terebih lagi ilmu agama.
Sungguh, masa tua yang indaaah.
Subuh-subuh,
saya mendengarkan suara murotal yang membangunkan saya dari tempat peraduan.
Ternyata suara ini bersumber dari masjid. Saya pun bertanya kepada Yuk Pit,
siapa sih yang nyetel itu suara? Dan Yuk Pit menjawab, itu kerjaanya nenek. Huaaah,
nenek lagi. Disaat orang-orang sedang terlelap dalam mimpi indahnya, engkau
berusaha membagunkan mereka, tanpa perduli apakah mereka merasanya nyaman atau
tidak, yang penting engkau sudah berusaha mengajak mereka untuk bermunajat
kepada-Nya. Ah nenek engkau sungguh berkesan pada mudik ku kali ini.
Telunjuk
Ngaji Nenek. Yaah, saya jadi terinspirasi untuk menulis gara-gara telunjuk
ngaji nenek. Ngomong-ngomong masalah telunjuk ngaji, saya jadi teringat
sepenggal kisah yang di ceritakan Ibu ketika saya masih kecil. Tentang telunjuk
ngaji. Kata Ibu ‘saat memotivasi saya supaya rajin mengaji’... “Yuli, ketika
kiamat nanti, Al-Qur’an ini akan menjadi kapalnya, kulit/cover Qur’an ini akan
menjadi tudungnya, dan ‘telunjuk’ ini akan menjadi gayungnya. Jadi kamu harus
rajin ngaji, supaya kiamat nanti kamu punya kapal.” Dengan polosnya saya
mempercayai apa yang ibu katakan.” Entah darimana Ibu mendapatkan kisah seperti
itu, sejauh yang saya pelajari saya belum pernah menemukan riwayat sahih
tentang kebenaran cerita itu. Atau ini hanyalah kisah fiktif yang tidak
diketahui asal-usulnya. Walahu’alam.
Dunia
per’ngajian’ memang tidak asing dalam keluarga saya. Karena kebetulan Ibu saya
sendiri mengajar ‘ngaji’ di kampung kami. Ustazah Aminah orang-orang
memanggilnya, entah apakah ini sebuah penghormatan atau hanya sebuah panggilan
bagi seorang guru ‘ngaji’. Kalo secara bahasa literatur Arab, ustazah artinya
guru perempuan. Tanpa harus melihat apakah ia guru mengaji, guru sekolah, guru
silat, atau guru-guruan. Hehe. Yang jelas Ibu saya bukan semacam Ustazah yang
ceramah kesana-kemari seperti Mamah Dedeh. Karena mungkin tsaqofah nya belum
sejauh itu dan mungkin bukan bakatnya. Hehe. #peacee Ibu. I love you full. Oh
iya, Uwak saya tadi juga guru ngaji looh. Hehe
Ngaji...ngaji....ngaji.
Poko’e ngaji. Whrerever, whenever, and whatever. Kalo dilihat makna secara
sempit ngaji bisa diartikan ‘membaca Al-Qur’an’, namun jila dartikan secara
luas ngaji adalah sebuah aktifitas yang dilakukan seseorang dalam menuntut ilmu
agama.
Ngaji
dalam pengertian sempit adalah sebuah aktifitas membaca Al-Qur’an. Ngaji harus
menjadi bagian hidup seorang Muslim dan Muslimah. Karena ngaji merupakan ibadah
yang besar manfaatnya sebab Al-Qur’an yang di ajikan akan menjadi syafaat bagi
manusia di akhirat kelak. Nah, untuk menjadi seorang qori’/pengaji yang baik
dan handal. Dibutuhkan waktu yang cukup alot, karena ngaji tidak sama dengan
membaca buku Bahasa Indonesia. Karena ada kaidah-kaidah yang harus diperhatikan
ketika ngaji. Mulai dari makhroj, tajwid, mad, dll. Belajar ngaji pun tak
langsung membaca Surah Al-Baqarah. Tapi berawal dari ngaji Iqro yang
membutuhkan waktu berbulan-bulan hingga bertahun-tahun.
Betapa
pentingnya ngaji bagi seorang Muslim. Karena tidak akan tegak sholat itu jika
seorang muslim tidak bisa ngaji. Jadi, sebelum kita mempelajari cabang-cabang
ilmu agama yang lain, maka mempelajari Al-Qur’an adalah yang lebih utama.
Karena segala sumber ilmu berada di dalamnya. Bagaimana mungkin seorang muslim
bisa memahami ilmu hadist maupun fiqih sementara ia tak bisa membaca Al-Qur’an
terlebih lagi untuk menghapalkannya. Sebagaimana yang dikatakan oleh ulama
salaf kita :
Al-Hafidz An-Nawawi rahimahullah berkata:
"Yang pertama kali dimulai adalah menghafal Al-Qur'an yang
mulia, di mana itu adalah ilmu yang terpenting di antara ilmu-ilmu yang ada.
Adalah para salaf dahulu tidak mengajarkan ilmu-ilmu hadits dan fiqih kecuali
kepada orang yang telah menghafal Al-Qur'an. Apabila telah menghafalnya, hendaklah
waspada dari menyibukkan diri dengan ilmu hadits dan fiqih serta selain
keduanya dengan kesibukan yang dapat menyebabkan lupa terhadap sesuatu dari
Al-Qur'an tersebut, atau waspadalah dari hal-hal yang dapat menyeret pada
kelalaian terhadapnya (Al-Qur'an)."
Banyak
di kalangan masyarakat di sekitar kita yang berasumsi bahwa aktifitas mengaji
adalah aktifitasnya anak-anak TPA. Aktifitasnya anak-anak kecil yang ketika
mereka beranjak remaja sedikit demi sedikit mereka meninggalkan aktifitas
mengaji ini. Entah dengan alasan malas atau gengsi. Banyak di kalangan remaja
kita yang malah meninggalkan jauh-jauh aktifitas ngaji ini. Sepertinya mereka
sudah memiliki dunia yang berbeda. Mereka lebih memilih untuk menikmati
hari-harinya dengan pacaran, bermain-main, dan cabe-cabean. Subhanallah.
Berikanlah hidayah kepda mereka.
Tak
dapat di sangkal lagi, realita yang kita lihat dilapangan sangat
memprihatinkan. Semakin hari kerusakan semakin merajalela. Seperti yang kita
saksikan di berbagai media tentang apa yang terjadi di kalangan generasi
penerus kita. Anak TK disodomi, Anak SD di cabuli, Anak SMP di perkosa, Anak
SMA hamil di luar nikah. Sungguh mengerikan. Penyebabnya apa, salah satunya
tadi, jauh dari Al-Qur’an.
Memang
tidak semua dari kita yang membaca Al-Qur’an dapat memahami terjemahannya
secara keseluruhan karena keterbatasan bahasa Arab. Namun, tidakkah Al-Qur’an
itu menyinari kalbu? Tanpa harus memahami terjemahan AL-Qur’an, namun jika kita
selalu dekat dengan Al-Qur’an, dan membacanya setiap hari dengan khusyuk. Maka
niat-niat untuk melakukan maksiat akan tertutup dengan sendirinya. Itulah
ajaibnya Al-Qur’an. Namun kebanyakan kita melalaikannya. Hadiah terindah dari
Allah untuk kita yang tidak dimiliki oleh umat lain, namun kita malah
mengacuhkannya. So, ngaji yuuuk?
Lalu,
ngaji dalam makna luas yaitu aktifitas yang dilakukan seseorang dalam
mempelajari ilmu agama islam. Ada banyak majelis ilmu yang dapat kita hadiri.
Ada banyak ustadz/ah yang bisa kita temui. Ada banyak buku agama yang bisa kita
beli. Ada banyak situs islam yang bisa kita baca. So, hal apa lagi yang
menghalangimu untuk belajar agama? Dengan tanda kutip, tempat-tempat belajar
ngajinya harus yang benar ya. Yang sesuai Al-Qur’an dan Sunnah sesuai dengan
pemahaman Salafus Saleh.
Belajar
ilmu agama itu hukumnya wajib bagi setiap muslim dan muslimah, tanpa
terkecuali. Karena dengan ilmu lah Islam ini bisa tegak. Banyak lagi yang
mengasumsikan bahwa belajar ilmu agama itu hanya tugasnya santri-santri
pesantren dan mahasiswa IAIN. Salah besar!!
Bayangkan
jika setiap muslim yang memiliki kewajiban menjalankan Rukun Islam tidak
memiliki ilmunya. Syahadat tak tahu maknanya, sholat tak tahu tata caranya,
zakat tak tahu takarannya, puasa tak tahu hukumnya, dan haji tak tahu rukunnya.
Apa jadinya jika kita tak memahami 5 ibadah pokok yang wajib di tegakkan oleh
setiap muslim dan muslimah?
Guys,
yuk manfaatkan masa-masa keemasan kita dengan mempelajari ilmu agama. Karena para
pemuda di zaman ini adalah para pewaris mereka (para pemuda dari kalangan
shahabat) jika kita mampu untuk memperbaiki diri-diri kita, mengetahui hak dan
kewajiban kita, serta melaksanakan semua amanah yang diberikan kepada kita yang
berkaitan dengan ummat ini. Dan bagi kita kabar gembira dari Nabi-Shollallahu
alaihi wasallam- tatkala beliau bersabda dalam hadits yang shahih, “Ada
tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari yang tiada naungan
kecuali naungan-Nya,” lalu beliau menyebutkan di antaranya, “Seorang
pemuda yang tumbuh dalam penyembahan kepada Rabbnya.”
Inilah
sedikit inspirasi yang bisa saya dapatkan dari Telunjuk Ngaji Nenek. Mengingat
betapa pentingnya kedekatan seorang pemuda terhadap agamanya. Karena kita
adalah generasi penerus ummat ini. Masa depan ummat ini ada di pundak kita.
Semuanya tergantung kita, apakah ingin menjadi generasi emas, atau menjadi ikan
mati yang terbawa arus sungai.
Oh
iya, pulang dari dusun di kasih oleh-oleh beras. Beras asli dari persawahan
yang saya lihat. Rasanya puleeen sekali. Oh ternyata, saya seleranya dusun.
Hehe. Wassalam.
Penulis
: Cek Noer
Rabu,
15/05/14
izin copy gambarnya om! :D
BalasHapussalam hangat Rahman Kamal