Jumat, 13 Maret 2015

From Gangster to ‘Ranger’









Minggu malam, di sudut kota ini, ku saksikan ratusan kuda besi sedang berbaris rapi di tepi jalan. Lengkap dengan para punggawanya laksana pasukan perang yang akan maju ke medan laga. Sekilas, aku merasa kagum dengan solidaritas mereka, sampai-sampai aku mengira bahwa mereka adalah pasukan kavaleri yang sedang menghadang penjajah. Namun, aku harus bangun dari hayalanku dan menerima kenyataan bahwa mereka bukanlah siapa-siapa. Tidak ada meriam, tidak ada senapan, apalagi bambu runcing yang menjadi senjata pusaka perjuangan bangsa. Yang ada hanyalah gelak tawa, kejumawaan dan ‘makhluk halus’ yang siap menjadi piala bergilir dalam pertarungan mereka.

Di sepertiga malam kedua, para kuda besi itu siap beraksi untuk membuktikan keperkasaannya. Meski banyak gendang telinga yang harus disakiti karena bisingnya suara mereka, meski banyak jantung yang hampir lepas karena keganasan mereka. Mereka tak kan pernah peduli itu, karena yang mereka yakini hanyalah kepuasan semata.

***

‘BEGAL’, sebuah kata yang akhir-akhir ini menjadi trending topic di berbagai media massa. Sebuah aksi perampasan ‘kuda besi’ beserta perampasan jiwa manusia yang tak ‘berdosa’. Entah, apakah pelaku pembegalan adalah mereka yang biasa hidup liar di malam hari atau mereka adalah korban dari ‘keacuhan’ rumah tangga.

Siapa mereka? Adalah ‘pemuda tanggung’ yang sedang memperjuangkan eksistesinya ditengah kemelaratan moral. Saksikan, saksikanlah wahai para ayah, ibu, saudara-saudariku. Mari kita periksa anak laki-laki kita, saudara laki-laki kita. Dimana mereka menghabiskan akhir pekannya? Dengan siapa mereka berteman? Atau mungkin kita tak pernah peduli dengan apa yang mereka lakukan selama ini, sampai datang berita bahwa orang yang kita sayangi merupakan salah satu pasukan militan gangster.

***

Apa hal yang mengantarkan mereka menjadi pribadi-pribadi liar seperti itu? PEMBEGALAN. Ya, sebelum mereka menjadi seorang pembegal, mereka telah menjadi korban pembegalan, oleh siapa, oleh KITA. Kita telah membegal harapan dan cita-cita mereka, menjadikan mereka sebagai kaum marjinal yang patut di dihindari bahkan dimusnahkan. Alih-alih menjadi  pemuda harapan, mereka malah bermutasi menjadi makhluk baru yang lebih menyeramkan.

Pada dasarnya mereka bukan anak-anak nakal, tapi korban dari kenakalan para kapitalis dan keangkuhan para oportunis. Sehingga, mereka tak punya pilihan lain selain merampas apa yang tidak bisa mereka miliki (kebahagiaan). Ketika rumah tidak bisa menjadi surga, ketika orang tua tidak bisa menjadi pendengar, ketika saudara tidak bisa menjadi sahabat, ketika masyarakat tidak bisa menjadi penasehat, apa oleh buat.

***

Setidaknya ada 3 aspek yang melatarbelakangi terjadinya tindakan pembegalan. Yaitu aspek agama, aspek sosial dan aspek ekonomi.
Pertama, aspek agama. Berkata Ibnul Qayyim rahimahullaah : “Tidaklah diragukan bahwasanya kebodohan adalah pokok dari segala kerusakan dan dhoror (bahaya), kejelekan yang didapatkan oleh seorang hamba di dunia dan di akhirat adalah dampak dari kebodohan.” (Miftaah Daaris Sa’adah, 1/87)

Siapa sih yang ingin jadi orang bodoh.?! Insya Allah kita semua akan  menjawab tidak ada yang mau. Dalam urusan yang sepele saja dari perkara dunia kita bisa merasakan dampak dari tidak enaknya jadi orang bodoh, apalagi kalau bodoh dalam masalah agama, jelas lebih fatal dampak buruknya, tidak hanya didunia bahkan diakhirat juga.

Salah satu golongan yang selamat, yang dilindungi Allah di hari Kiamat adalah pemuda yang senantiasa beribadah kepada Allah. Pemuda selalu menjadi sentral pembicaraan, ia muda, gagah, tampan, energik, dan menyimpan potensi luar biasa. Karenanya ia sering menjadi tulang punggung setiap perjuangan, baik yang positif maupun negatif. Dalam konteks kebaikan dan ibadah, pemuda diharapkan dapat berperan efektif dalam mengemban risalah Islam. Bila masa muda secara efektif di ambil alih para pemuda, niscaya mereka akan mendapatkan keberuntungan yang besar baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia mereka akan mampu mengusung perubahan ke arah kebaikan bagi dirinya dan umatnya, di akhirat ia mendapat jaminan keselamatan dan perlindungan Allah, ketika tidak ada lagi perlindungan selain perlindungan-Nya. “Ada tujuh golongan yang mendapat perlindungan Allah di hari yang tiada lagi perlindungan kecuali perlindungan-Nya, yaitu . . . pemuda yang senantiasa beribadah kepada Allah . . . “ (HR. Bukhari dan Muslim).

Kedua, aspek sosial. Keberadaan komunitas sosial di lingkungan pemuda sangat berpengaruh terhadap pembentukan karakter mereka. Dan yang paling utama yaitu di dalam lingkungan keluarga, karena keluarga memiliki intensitas waktu terbesar untuk melakukan pembinaan terhadap anggota keluarganya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya yang mulia :
Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)

Berilah peringatan kepada kerabatmu yang terdekat.” (Asy Syu’ara: 214)

Ibnul Qoyyim Rahimahullah berkata, “Mayoritas anak menjadi rusak dengan sebab yang bersumber dari orang tua, dan tidak adanya perhatian mereka terhadap si anak, tidak adanya pendidikan tentang berbagai kewajiban agama dan sunnah-sunnahnya. Orang tua telah menyia-nyiakan anak selagi mereka masih kecil, sehingga anak tidak bisa memberi manfaat untuk dirinya sendiri dan orang tuanya ketika sudah lanjut usia. Ketika sebagian orang tua mencela anak karena kedurhakaannya, si anak menjawab, ‘Wahai ayah, engkau dahulu telah durhaka kepadaku saat aku kecil, maka aku sekarang mendurhakaimu ketika engkau telah lanjut usia. Engkau dahulu telah menyia-nyiakanku sebagai anak, maka sekarang aku pun menyia-nyiakanmu ketika engkau telah berusia lanjut’.” (Tuhfatul Maudud hlm. 337)

Ketiga, aspek ekonomi. Harta, tentu banyak yang menginginkannya. Beragam cara pun dilakukan untuk memperolehnya. Halal haram, bagi sebagian orang, adalah nomor kesekian. Yang terpenting adalah kebutuhan terpenuhi dan gaya hidup terpuaskan. Jika sudah seperti ini, harta tak lagi menjadi rahmat, namun menjadi celah turunnya azab. Contoh nyata yang terjadi di masyarakat baru-baru ini, maraknya kasus pembegalan sampai-sampai pelaku membunuh korbannya. Na’udzubillah. Hasrat untuk memiliki harta dengan cepat dan mudah telah menutup mata hati mereka dari janji-janji Allah bahwa manusia telah dijamin rezekinya masing-masing asal mereka mau berusaha, tentunya dengan jalan yang halal.

Jauh-jauh hari, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah mewanti-wanti umatnya dari gemerlapnya harta dengan segala fitnahnya yang menghempaskan. Di antaranya adalah yang diriwayatkan At-Tirmidzi dari Ka’b bin ‘Iyadh  bahwa Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya setiap umat mempunyai ujian, dan ujian bagi umatku adalah harta.” (HR. At-Tirmidzi no. 2336, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 2148)
***







Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda dalam hadits Abdullah bin Mas’ud -radhiallahu ‘anhu-, “Tidak akan beranjak kaki anak Adam pada Hari Kiamat dari sisi Rabbnya sampai dia ditanya tentang 5 (perkara) : Tentang umurnya dimana dia habiskan, tentang masa mudanya dimana dia usangkan, tentang hartanya dari mana dia mendapatkannya dan kemana dia keluarkan dan tentang apa yang telah dia amalkan dari ilmunya”. (HR. At-Tirmizi)


Hadits di atas jelas menunjukkan bahwa masa muda merupakah salah satu nikmat terbesar yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah. Dan itu sekaligus menunjukkan bahwa Islam sangat memperhatikan usia muda dan para pemuda.

Tidak diragukan lagi bahwa para pemuda memiliki peran yang sangat penting dalam tatanan kehidupan manusia secara umum dan masyarakat kaum muslimin secara khusus, karena jika mereka adalah para pemuda yang baik dan terdidik dengan adab-adab Islam maka merekalah yang akan menyebarkan dan mendakwahkan kebaikan Islam serta menjadi nakhoda ummat ini yang akan mengantarkan mereka kepada kebaikan dunia dan akhirat. Hal ini dikarenakan Allah -Subhanahu wa Ta’ala- telah memberikan kepada mereka kekuatan badan dan kecemerlangan pemikiran untuk dapat melaksanakan semua hal tersebut. Berbeda halnya dengan orang yang sudah tua umurnya walaupun para orang tua ini melampaui mereka dari sisi kedewasaan dan pengalaman, hanya saja faktor kelemahan jasad -kebanyakannya- membuat mereka tidak mampu untuk mengerjakan apa yang bisa dikerjakan oleh para pemuda.

Oleh karena itulah para sahabat yang masih muda -radhiallahu ‘anhum- memiliki andil dan peran yang sangat besar dalam menyebarkan agama ini baik dari sisi pengajaran maupun dari sisi berjihad di jalan Allah -Subhanahu wa Ta’ala-. Di antara mereka ada Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Amr ibnul Ash, Muadz bin Jabal, dan Zaid bin Tsabit yang mereka ini telah mengambil dari Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- berbagai macam ilmu yang bermanfaat, menghafalkannya, dan menyampaikannya kepada ummat sebagai  warisan dari Nabi mereka. Di sisi lain ada Khalid ibnul Walid, Al-Mutsanna bin Haritsah, Asy-Syaibany dan selain mereka yang gigih dalam menyebarkan Islam lewat medan pertempuran jihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seluruhnya mereka adalah satu ummat yang tegak melaksanakan beban kewajiban mereka kepada agama, ummat, dan masyarakat mereka, yang mana pengaruh atau hasil usaha mereka masih kekal sampai hari ini dan akan terus menerus ada -dengan izin Allah- sepanjang Islam ini masih ada.
 
Para pemuda di zaman ini adalah para pewaris mereka (para pemuda dari kalangan shahabat) jika mereka mampu untuk memperbaiki diri-diri mereka, mengetahui hak dan kewajiban mereka, serta melaksanakan semua amanah yang diberikan kepada mereka yang berkaitan dengan ummat ini. Dan bagi mereka khabar gembira dari Nabi mereka -Shollallahu alaihi wasallam- tatkala beliau bersabda dalam hadits yang shahih, “Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Nya,” lalu beliau menyebutkan di antaranya, “Seorang pemuda yang tumbuh dalam penyembahan kepada Rabbnya.”

Written by : Cek Noer
Palembang, Jum’at 22 Maret 15
#di malam yang sejuk, ditemani buah pepaya.