Rabu, 21 Mei 2014

One Step Closer






Kemarin, untuk kedua kalinya saya bertatap muka dengan Ibu Rohil (Ketua HPI Sumsel) di Sekretariat KPA (Komisi Penanggulangan HIV Aids Palembang). Oops, tapi jangan dikira saya sedang berurusan dengan penyakit mengerikan itu yaa. Bahkan tidak ada hubungannya sama sekali. Cuma kebetulan saja beliau sedang bertugas di kantor tersebut disamping profesinya sebagai seorang dosen dan pramuwisata di Palembang.

Nah, urusan penting saya dengan beliau adalah mengenai kepariwisataan. Saya berkonsultasi dengan beliau dikarenakan keinginan saya untuk menjadi seorang pramuwisata di Kota Palembang. Sebagai seorang pramuwisata senior dan lebih khususnya lagi sebagai Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (Sumsel), beliau sangat tepat untuk dijadikan mentor atau konsultan. Karena untuk menjadi seorang pramuwisata yang profesional selain memiliki wawasan di bidangnya tidak kalah penting juga harus belajar dari orang-orang yang pernah berkecimpung di bidangnya.

Sekitar sebulan yang lalu, saya bertemu dengan beliau. Sedikit berkonsultasi dan meminta wejangan mengenai hal-hal apa saja yang harus saya persiapkan sebelum menjadi seorang pramuwisata profesional. Dan untuk permulaan, beliau menyuruh saya untuk membuat sebuah ‘buku pintar’ yaitu notes kecil yang berisi informasi singkat mengenai kepariwisataan di Palembang. Baik itu ODTW, Kuliner, Kesenian, dll. Selain itu juga beliau menyuruh saya untuk mengunjungi Dinas Pariwisata Palembang untuk meminta beberapa brosur, leaflet, atau majalah mengenai pariwisata di Kota Palembang.

Setelah pertemuan tersebut, saya bersegera mengerjakan apa yang beliau perintahkan. Yaitu membuat ‘buku pintar’ dan mengunjungi Kantor Dinas Pariwisata Palembang. Buku pintar tidak hanya di buat, namun juga isinya harus di hapalkan di luar kepala. Nah itu yang menjadi tantangannya. Karena bulan depannya beliau meminta saya untuk ‘menyetor’ hapalan saya tersebut. Nah ada kejadian lucu ketika saya mengunjungi Kantor Dinas Pariwisata Palembang. Sebelumnya kantor ini bertempat di Museum SMB II, tapi menjelang SEA GAMES 2011 kemarin kantor ini dipindahkan di JSC Information Center (Komplek Dekranasda Jakabaring).

Waktu itu saya masih bekerja di kantor SIMPLE PB. Dan ketika ada kesempatan saya meminta Yoan (Teman Kerja) untuk menemani saya ke Kantor Dispar Palembang. Alhamdulillah dia mau. Dan pergilah kami ke sana. Cukup sulit mencari kantornya, karena berada di dalam komplek Dekranasda. Pas udah ketemu gedungnya, kami bingung kantornya yang mana, karena besar sekali dan ada beberapa kantor disana. Pas lihat di pintu bagian depan kok kosong, lalu ke tengah, kok kosong lagi, lalu kami ke belakang, eeeh kok banyak pol pp. Waduuh, kantor pol pp ini, bukan kantor Dispar gerutuku. Lalu ke belakang lagi, dan tempatnya sepi banget. Dan di sana ada anjungan dan untungnya ketemu sama seorang bapak. Lalu kami tanya dimana kantor Dispar. Beliau bilang yang ada di depan tadi. Loh kok jadi bingung, kok di depan tadi kosong.

Muter lagi ke depan, naaah kebetulan ada anak-anak seragam SMA lewat. Kami tanya tuh anak-anak. Oh ternyata, kantornya ada di lantai atas. Pantes aja nggak ketemu. Tapi masih untung yaaah. Hehe

Naiklah kami ke atas. Dan ketemulah kantornya, pas pertama masuk bingung juga. Nih izinnya sama siapa yaak. Kok nggak ada front office nya. Apa salah masuk pintu nieh. Woles aja laah. Anggap aja kantor sendiri. Hihi. Pas masuk ngeliat satu ruangan kebuka. Kesempatan nanya nih. Lalu dengan pe-denya kami bertanya dan dipersilahkan masuk. Ada dua orang ibu-ibu yang kami temui, mereka menanyakan ada gerangan apa datangnya kami kesini.

Dengan gaya diplomatis, belajar dari pengalaman ketika ketemu pejabat kampus kemarin. Hehe. Sedikit bohong sich, habis bingung mau ngasih alasan apa. Kami bilang aja kalo kami mahasiswa Polsri mau mengerjakan penelitian dan hendak mencari beberapa informasi mengenai kepariwisataan Palembang. Cukup panjang lebar kami menjelaskan ini dan itu, dan tidak lupa saya menyebut-nyebut nama Ibu Rohil, Bapak Erman, untuk meyakinkan mereka bahwa saya punya kedekatan dengan mereka (memang dekat siih). Kebetulan ibu-ibu itu kenal dengan dua orang yang saya sebutkan tadi. Tapi, setelah panjang lebar, salah seorang ibu berkata, “Dik, kalo untuk informasi itu bukan disini tempatnya, ini ruang kepegawaian, kalo mau informasi lengkap tentang pariwisata. Bisa ke ruang di sebelah sana. Ruang bagian pemasaran.” Gubraak, eeh ibu mah, kalo saya salah masuk langsung aja di bilangin dari awal, jadi kan saya nggak cape-cape bercerita panjang lebar. Hadeeh.

Akhirnya kami ke ruangan pemasaran. Dan alhamdulillah kami bertemu dengan Bapak Anto (Kepala Bidang Pemasaran). Dan saya menjelaskan ini dan itu, dan tidak lupa juga menyebut-nyebut nama Ibu Rohil dan Bapak Ermanrum adalah dosen saya. Haha. Ini semacam intrik supaya kedatangan saya kesini dihargai, karena kalo saya datang tanpa tahu asal usulnya. Biasanya tidak begitu di hargai. Tapi ketika saya menyebut nama-nama orang penting, saya akan dipandang sebagai bagian dari orang-orang penting tersebut. Ini ilmu yang saya dapat dari Manajer saya. Hehe. Kata orang ini referensi namanya. Alhamdulillah Pak Anto memberikan kami bingkisan, di dalamnya ada berbagai macam brosur, majalah, dan kaset mengenai informasi pariwisata Paembang. Akhirnya dapat jugaaa yang saya inginkan.

Kembali lagi ke pertemuan kedua saya dengan Ibu Rohil. Setelah dirasa cukup amunisi. Kemarin saya menemui beliau lagi. Dan memberikan laporan atas apa yang telah saya kerjakan. Buku pintar beres, Kantor Dispar beres. Lalu saya tunjukkan kepada beliau ‘buku pintar’ tersebut beserta brosur-brosur yang saya dapatkan dari Dispar. “Apakah ada lagi Bu yang bisa saya kerjakan?”. Pertanyaan itu saya ajukan untuk menunjukkan keseriusan saya kepada beliau. Eeh ibu-nya malah bingung. “Apa lagi yaa. Kalo menurut ibu sudah cukup sih Nur, berarti tinggal prakteknya aja yaa.” Hehe

Sambil senyum-senyum saya merayu, “Iya ya Bu, kira-kira kapan ya saya bisa prakteknya, hehe.” Beliau kembali menjawab, “Oh iya Nur, kemarin Ibu sudah menghubungi Pak Iwan. Beliau bersedia untuk membimbing kamu. Tapi Ibu lagi nunggu kabarnya aja, kapan dia bisa ngajak kamu praktek ke lapangan mendampingi tamu.” Dalem hati saya ngareeep banget bisa sesegera mungkin praktek ke lapangan. Karena udah kepengen banget. Sudah lama saya tak menyentuh dunia ini setelah selesai kuliah kemarin. Padahal selagi di kampus kemarin saya cukup aktif berpartisipasi di berbagai event. Semasa kuliah saya sering DW di hotel, jadi LO SEA GAMES dan Event Nasional, jadi Guide, bahkan jadi turis pun pernah. Saya tidak ingin ilmu dan skill yang saya dapatkan di kampus, tidak terpakai. Terlebih lagi saya memang punya passion besar di bidang ini. Saya sangaat tidak berharap mendapatkan pekerjaan di luar bidang kuliah dan passion saya. Karena itu akan sangat menguras tenaga dan pikiran, sayang kan kalo tidak terpakai. Sebagai Alumnus Jurusan Bahasa Inggris Pariwisata Politeknik Negeri Sriwijaya. Saya ingin mendedikasikan diri saya untuk kemajuan dunia pariwisata di Sumsel dan Kota Palembang khususnya.

Dan hingga detik ini saya masih berharap dan menunggu kabar dari Ibu Rohil, Bapak Iwan atau Bapak Abdul Latif, apakah saya bisa menjadi the next tour guide at Palembang City?

Nantikan jawabannya pada tulisan saya selanjutnya. LANJUT atau TIDAK !
Thanks for visiting.


Penulis : Cek Noer
Rabu, 21 Mei 2014

Kamis, 15 Mei 2014

Telunjuk Ngaji Nenek






Holaa guys. Welcome back here. Kali ini saya mau cerita sebuah kisah inspiratif dari tanah lahat. Eits bukan liang lahat yaa. Nanti dikira kuburan lagi. Tapi Lahat yang ini adalah salah satu nama kabupaten yang ada di Sumsel. Kira-kira 5 jam dari kota Palembang.

Nah, trus apa seeh hubungannya antara Lahat dan Telunjuk ngaji. Okey tenang, akan saya ceritakan kronologinya. Pas lebaran 2013 kemarin saya diajak Uwak saya mengunjungi putrinya ‘Yuk Pit’ yang tinggal di Lahat. Yaa, berhubung ada kesempatan, kapan lagi nich bisa mudik ke dusun. Kepingin refreshing, penat juga menghirup polusi kota Palembang. Saban hari ngampus yang di lihat entu-entu aje.

Okey next, it’s the nice trip looh. Berduaan sama Uwak dengan naik travel, iih romantis bangeet, Uwak saya cewek tauk. Haha. Melintasi dusun demi dusun, bukit, sawah, jurang, masyaAllah keren bingiits. Nggak nyangka ternyata nggak jauh dari tempat saya tinggal masih banyak-tempat indah nan asri seperti ini. Alhamdulillah.

Agak sore tibalah kami di terminal, ternyata perjalanan kami belum selesai. Kami harus menaiki travel sekali lagi. Kerena lokasi rumah Yuk Pit di ‘pedalaman’, jadi kami harus menyambung mobil dengan trayek khusus desa. Eeh, saya kira travelnya nggak jauh beda dengan travel yang saya naiki sebelumnya, sejenis APV lah. Namun yang kedua berupa bis guys, dilihat dari penampilannya nih bis kayaknya sudah cukup ‘berumur’ alias ‘tuir’.

Lagi-lagi saya melihat pemandangan yang membuat hati dan pikiran sejuuuk. Pepohonan, sawah, hutan, sungai, jurang. Oh indahnya.... coba Palembang kayak gini yah. Pasti uenak tenan.

Jeglak-jegluk, jeglak-jegluk, mungkin inilah gambaran yang paling sederhana atas apa yang saya alami di dalam bis. Ada saja hal-hal yang mengurangi kenyamanan saya. Ituloh, jalanan rusak, banyak lobang. Yaaah, mungkin karena daerah pedalaman jadi kurang pengawasan dari pemerintah.

Sekitar sejam perjalanan dari terminal menuju rumah Yuk Pit, akhirnya sampai juga. Sik asyiik. Akhirnya wong kota masuk desa. Kegirangan gaya norak. Eeh. Taraa, saya berjumpa dengan 2 pengeran ganteng alias Ikhsan (6) dan Raffa (3). Ini dua jagoan kecil yang paling saya tunggu-tunggu. Sorry bray, bukan buat di cium atau di manja. Tapi buat saya jahilin. Haha.

Woow, dusun sepi banget yaak. Nggak banyak hiburan kayak di kota. Jajanan juga nggak ada. Dan yang lebih parah lagi, nggak ada sinyal telpon meen. Walau sudah pake kartu Simpati yang sinyalnya kenceeng banget, tetep aja nggak bisa. Nah nah, gimana ini. Karena udah janji sama Ayah, kalo udah nyampe harus ngehubungi beliau, biasa.... khawatir sama princess nya kalo-kalo diculik orang. Ayah oh Ayah, pernah sampe nangis gara-gara saya tinggal 11 hari jalan-jalan ke pulau seberang tanpa ‘keeping on contact’ dengan beliau. Dikiranya saya jadi anak hilang. Haha

Seketika gelabakan gara-gara tak menemukan sinyal. Dan Yuk Pit pun merekomendasikan saya untuk pergi ke bukit. Loh loh apa-apaan nih. Emangnya saya mau panjat tebing apa. Oh ternyata, di daerah sini memang kadang-kadang sinyal hilang. Dan salah satu ‘spot’ sinyal yang masih kenceng yaitu di bukit.

Yaah, tak ada pilihan lain selain ke bukit. Daripada Ayah nangis lagi. *Ngek-ngok. Dan akhirnya dapat juga sinyalnya. Nih ada lokasi bukit dalam frame saya.





Nih tempat bisa asumsikan sebagai ‘wartel atau wireless’ nya orang-orang desa. Jadi kalo mau nelpon, sms, atau ngenet, kesini aje. Asal ada pulsanya. Hehe. Di bagian bawah terbentang sawah nan luas, cucok banget kayak di tipi-tipi, secara di Palembang saya tidak menemukan persawahan seluas ini. Emang ada sih di daerah tempat tinggal saya persawahan, tapi sekarang sudah banyak rumah-rumah, jadi pemandangannya nggak natural lagi.

Disamping ke rumah Yuk Pit, kami juga mengunjungi rumah ‘Nenek’, Bapak mertua Uwak yang rumahnya tidak terlalu jauh dari rumah Yuk Pit. Loh kok nenek? Bukannya kalo laki-laki di panggil kakek, nah itu juga yang buat saya bingung. Nggak tau laah, mungkin udah kebiasaan orang sana kali. Saya tidak tahu pasti berapa usia nenek yang sebenarnya, tapi sekitaran 80an atau bahkan 90an lah. Beliau orang Lahat aseli. Kecil, besar, dan berharap tuanya tetap tinggal disini (katanya). Luar biasa.

Nah yang buat saya salut sama nenek ketika kami mengunjungi beliau adalah semangat beliau untuk berbagi ilmu kepada anak-anak di sekitar rumahnya. Yaah, beliau mengajar ‘ngaji’ anak-anak tetangga. Mulai dari Iqro sampe Al-Qur’an. Walau secara kasat mata nenek kelihatan manula banget, tapi semangatnya nggak kalah sama anak-anak muda seperti saya.

Kebetulan ketika kami kesana, tepat sekali beliau sedang mengajar ‘ngaji’. Saya cukup antusias memperhatikan apa yang sedang saya saksikan. Eeeh tiba-tiba Uwak saya menyuruh saya untuk membantu nenek mengajar ‘ngaji’ anak-anak tersebut. Dengan senang hati saya menerima tawaran tersebut. Lumayan, jalan-jalan sambil beramal. Hehe

Selagi menyaksikan kejadian tersebut, saya pun merenung. MasyaAllah, luar biasa sekali nenek ini. Di hari-hari tuanya, beliau menyibukkan diri dengan amal jariyah seperi ini. Membagi-bagikan ilmu yang bermanfaat, terebih lagi ilmu agama. Sungguh, masa tua yang indaaah.

Subuh-subuh, saya mendengarkan suara murotal yang membangunkan saya dari tempat peraduan. Ternyata suara ini bersumber dari masjid. Saya pun bertanya kepada Yuk Pit, siapa sih yang nyetel itu suara? Dan Yuk Pit menjawab, itu kerjaanya nenek. Huaaah, nenek lagi. Disaat orang-orang sedang terlelap dalam mimpi indahnya, engkau berusaha membagunkan mereka, tanpa perduli apakah mereka merasanya nyaman atau tidak, yang penting engkau sudah berusaha mengajak mereka untuk bermunajat kepada-Nya. Ah nenek engkau sungguh berkesan pada mudik ku kali ini.
Telunjuk Ngaji Nenek. Yaah, saya jadi terinspirasi untuk menulis gara-gara telunjuk ngaji nenek. Ngomong-ngomong masalah telunjuk ngaji, saya jadi teringat sepenggal kisah yang di ceritakan Ibu ketika saya masih kecil. Tentang telunjuk ngaji. Kata Ibu ‘saat memotivasi saya supaya rajin mengaji’... “Yuli, ketika kiamat nanti, Al-Qur’an ini akan menjadi kapalnya, kulit/cover Qur’an ini akan menjadi tudungnya, dan ‘telunjuk’ ini akan menjadi gayungnya. Jadi kamu harus rajin ngaji, supaya kiamat nanti kamu punya kapal.” Dengan polosnya saya mempercayai apa yang ibu katakan.” Entah darimana Ibu mendapatkan kisah seperti itu, sejauh yang saya pelajari saya belum pernah menemukan riwayat sahih tentang kebenaran cerita itu. Atau ini hanyalah kisah fiktif yang tidak diketahui asal-usulnya. Walahu’alam.

Dunia per’ngajian’ memang tidak asing dalam keluarga saya. Karena kebetulan Ibu saya sendiri mengajar ‘ngaji’ di kampung kami. Ustazah Aminah orang-orang memanggilnya, entah apakah ini sebuah penghormatan atau hanya sebuah panggilan bagi seorang guru ‘ngaji’. Kalo secara bahasa literatur Arab, ustazah artinya guru perempuan. Tanpa harus melihat apakah ia guru mengaji, guru sekolah, guru silat, atau guru-guruan. Hehe. Yang jelas Ibu saya bukan semacam Ustazah yang ceramah kesana-kemari seperti Mamah Dedeh. Karena mungkin tsaqofah nya belum sejauh itu dan mungkin bukan bakatnya. Hehe. #peacee Ibu. I love you full. Oh iya, Uwak saya tadi juga guru ngaji looh. Hehe


Ngaji...ngaji....ngaji. Poko’e ngaji. Whrerever, whenever, and whatever. Kalo dilihat makna secara sempit ngaji bisa diartikan ‘membaca Al-Qur’an’, namun jila dartikan secara luas ngaji adalah sebuah aktifitas yang dilakukan seseorang dalam menuntut ilmu agama.

Ngaji dalam pengertian sempit adalah sebuah aktifitas membaca Al-Qur’an. Ngaji harus menjadi bagian hidup seorang Muslim dan Muslimah. Karena ngaji merupakan ibadah yang besar manfaatnya sebab Al-Qur’an yang di ajikan akan menjadi syafaat bagi manusia di akhirat kelak. Nah, untuk menjadi seorang qori’/pengaji yang baik dan handal. Dibutuhkan waktu yang cukup alot, karena ngaji tidak sama dengan membaca buku Bahasa Indonesia. Karena ada kaidah-kaidah yang harus diperhatikan ketika ngaji. Mulai dari makhroj, tajwid, mad, dll. Belajar ngaji pun tak langsung membaca Surah Al-Baqarah. Tapi berawal dari ngaji Iqro yang membutuhkan waktu berbulan-bulan hingga bertahun-tahun.

Betapa pentingnya ngaji bagi seorang Muslim. Karena tidak akan tegak sholat itu jika seorang muslim tidak bisa ngaji. Jadi, sebelum kita mempelajari cabang-cabang ilmu agama yang lain, maka mempelajari Al-Qur’an adalah yang lebih utama. Karena segala sumber ilmu berada di dalamnya. Bagaimana mungkin seorang muslim bisa memahami ilmu hadist maupun fiqih sementara ia tak bisa membaca Al-Qur’an terlebih lagi untuk menghapalkannya. Sebagaimana yang dikatakan oleh ulama salaf kita :

Al-Hafidz An-Nawawi rahimahullah berkata:
"Yang pertama kali dimulai adalah menghafal Al-Qur'an yang mulia, di mana itu adalah ilmu yang terpenting di antara ilmu-ilmu yang ada. Adalah para salaf dahulu tidak mengajarkan ilmu-ilmu hadits dan fiqih kecuali kepada orang yang telah menghafal Al-Qur'an. Apabila telah menghafalnya, hendaklah waspada dari menyibukkan diri dengan ilmu hadits dan fiqih serta selain keduanya dengan kesibukan yang dapat menyebabkan lupa terhadap sesuatu dari Al-Qur'an tersebut, atau waspadalah dari hal-hal yang dapat menyeret pada kelalaian terhadapnya (Al-Qur'an)."

Banyak di kalangan masyarakat di sekitar kita yang berasumsi bahwa aktifitas mengaji adalah aktifitasnya anak-anak TPA. Aktifitasnya anak-anak kecil yang ketika mereka beranjak remaja sedikit demi sedikit mereka meninggalkan aktifitas mengaji ini. Entah dengan alasan malas atau gengsi. Banyak di kalangan remaja kita yang malah meninggalkan jauh-jauh aktifitas ngaji ini. Sepertinya mereka sudah memiliki dunia yang berbeda. Mereka lebih memilih untuk menikmati hari-harinya dengan pacaran, bermain-main, dan cabe-cabean. Subhanallah. Berikanlah hidayah kepda mereka.

Tak dapat di sangkal lagi, realita yang kita lihat dilapangan sangat memprihatinkan. Semakin hari kerusakan semakin merajalela. Seperti yang kita saksikan di berbagai media tentang apa yang terjadi di kalangan generasi penerus kita. Anak TK disodomi, Anak SD di cabuli, Anak SMP di perkosa, Anak SMA hamil di luar nikah. Sungguh mengerikan. Penyebabnya apa, salah satunya tadi, jauh dari Al-Qur’an.

Memang tidak semua dari kita yang membaca Al-Qur’an dapat memahami terjemahannya secara keseluruhan karena keterbatasan bahasa Arab. Namun, tidakkah Al-Qur’an itu menyinari kalbu? Tanpa harus memahami terjemahan AL-Qur’an, namun jika kita selalu dekat dengan Al-Qur’an, dan membacanya setiap hari dengan khusyuk. Maka niat-niat untuk melakukan maksiat akan tertutup dengan sendirinya. Itulah ajaibnya Al-Qur’an. Namun kebanyakan kita melalaikannya. Hadiah terindah dari Allah untuk kita yang tidak dimiliki oleh umat lain, namun kita malah mengacuhkannya. So, ngaji yuuuk?

Lalu, ngaji dalam makna luas yaitu aktifitas yang dilakukan seseorang dalam mempelajari ilmu agama islam. Ada banyak majelis ilmu yang dapat kita hadiri. Ada banyak ustadz/ah yang bisa kita temui. Ada banyak buku agama yang bisa kita beli. Ada banyak situs islam yang bisa kita baca. So, hal apa lagi yang menghalangimu untuk belajar agama? Dengan tanda kutip, tempat-tempat belajar ngajinya harus yang benar ya. Yang sesuai Al-Qur’an dan Sunnah sesuai dengan pemahaman Salafus Saleh.

Belajar ilmu agama itu hukumnya wajib bagi setiap muslim dan muslimah, tanpa terkecuali. Karena dengan ilmu lah Islam ini bisa tegak. Banyak lagi yang mengasumsikan bahwa belajar ilmu agama itu hanya tugasnya santri-santri pesantren dan mahasiswa IAIN. Salah besar!!

Bayangkan jika setiap muslim yang memiliki kewajiban menjalankan Rukun Islam tidak memiliki ilmunya. Syahadat tak tahu maknanya, sholat tak tahu tata caranya, zakat tak tahu takarannya, puasa tak tahu hukumnya, dan haji tak tahu rukunnya. Apa jadinya jika kita tak memahami 5 ibadah pokok yang wajib di tegakkan oleh setiap muslim dan muslimah?

Guys, yuk manfaatkan masa-masa keemasan kita dengan mempelajari ilmu agama. Karena para pemuda di zaman ini adalah para pewaris mereka (para pemuda dari kalangan shahabat) jika kita mampu untuk memperbaiki diri-diri kita, mengetahui hak dan kewajiban kita, serta melaksanakan semua amanah yang diberikan kepada kita yang berkaitan dengan ummat ini. Dan bagi kita kabar gembira dari Nabi-Shollallahu alaihi wasallam- tatkala beliau bersabda dalam hadits yang shahih, “Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Nya,” lalu beliau menyebutkan di antaranya, “Seorang pemuda yang tumbuh dalam penyembahan kepada Rabbnya.”

Inilah sedikit inspirasi yang bisa saya dapatkan dari Telunjuk Ngaji Nenek. Mengingat betapa pentingnya kedekatan seorang pemuda terhadap agamanya. Karena kita adalah generasi penerus ummat ini. Masa depan ummat ini ada di pundak kita. Semuanya tergantung kita, apakah ingin menjadi generasi emas, atau menjadi ikan mati yang terbawa arus sungai.

Oh iya, pulang dari dusun di kasih oleh-oleh beras. Beras asli dari persawahan yang saya lihat. Rasanya puleeen sekali. Oh ternyata, saya seleranya dusun. Hehe. Wassalam.

Penulis : Cek Noer
Rabu, 15/05/14

Sabtu, 03 Mei 2014

High Quality Jomblo

Begini pak, “Sepertinya saya tidak akan lama lagi di kantor ini?, ujarku. “Loh kenapa? Kamu mau menikah ya?, sahut manajerku, seolah beliau kaget dengan apa yang baru saya sampaikan. Inilah salah satu kalimat yang paling saya ingat ketika saya menyampaikan pengunduran diri saya kepada manajer saya.

“Ibu, dia itu temen kecilku waktu SD. Kok cepet banget yah nikahnya.” Jawabku saat Ibu menyampaikan bahwa ada teman kecilku yang mau menikah. Lalu Ibu pun menjawab, “Lah emang usianya udah cukup buat nikah, dasar kamunya aja yang nggak nyadar.” Saya pun menimpali dan sambil mikir, “Emang iya yaa bu, umur kami kan baru sekitar 22 tahun, ah itu mah kemudaan, kecepetan. Ibu menjawab lagi, “Umur 22 mah udah cukup buat nikah.” Dan saya pun merenung emang iya gitu?.

Waktu itu saya dan kedua rekan kantor saya (Tika dan Yoan) jalan-jalan ke mall. Dan apa yang mau mereka beli? Jaket. Jaket buat siapa nich, buat ‘darling’ mereka tentunya. Dan saya pun harus menahan rasa ketika mereka berkata, “Nah, kalo Cek Noer mau beli apa?. Dan saya pun menjawab,”Waduh jeng, kalo saya mah enak beliin baju koko buat ayah, ya iyalah emang siapa yang mau saya beliin. Kekasih tak punya, kakakpun tiada.” Alasan, padahal waktu itu saya lagi nggak bawa duit. Haha

Suatu saat ibu saya berkata, “Yul, kira-kira ibu nemuin nggak ya pas kamu kawin nanti?”. Wadaau, seketika saya kaget, sedih dan gelabakan mau jawab aja. Sedikit menarik nafas dan menjawab ala Mario Teguh. “Ibu, tugas utamaku bukan memberikan ibu seorang menantu, tapi mengantarkan ibu ke surga. Itu kan tugas seorang anak?”. Lalu ibu pun menjawab, “Oh iya ya, makanya jangan lupa do’ain ibu setiap sholatmu.” Hem, padahal ini jawaban untuk mengalihkan pembicaraan supaya ibu nggak bahas masalah-masalah kayak gini. Agak gimana gitu.

“Mana nich oom nya Zaki, kok tantenya sendirian mulu?”. “Mbak kapan mau nikah? Sapa adik tingkatku. Kapan nieh adek mau nyusul, kompor Mbak Amel, yang baru aja melangsungkan pernikahan. Dan sederet pertanyaan-pertanyaan lain yang sering membuat saya jadi geregetan. Kalo saya punya kuku panjang, tak cakarin nich orang satu-satu. Haha

Beberapa kejadian diatas, cukup membuat tensi saya naik. Air mana air!. Mengapa tidak, sepertinya saya sedang di provokasi oleh kicauan orang-orang disekitarku. Belum genap satu semester saya menyelesaikan Diploma saya, saya sudah ditimpuki dengan pertanyaan-pertanyaan seperti ini. Tapi yaah woles aja laah. Wajar-wajar, udah 22 tahun gini. Hehe

Tapi....emang usia 22 tahun udah masuk hitungan wajib nikah yach? Enggak kan bro and sist?. Jadi yaa santai ajaa. Saya pun masih merasa 5 tahun lebih muda dari usia saya yang sebenarnya, berasa masih 17 tahun gitu. Hehe. Dasar nggak tau diri. Haha

Yap, sepertinya saat ini perbincangan tentang pernikahan sedang menjadi topik hangat di sekitar saya, teman-teman sebaya saya terutama, apalagi ketika saya membuka medsos saya, waduuh bejajar tuh di wall bahasan tentang pernikahan. Mulai dari yang memberi nasihat tentang cara mencari jodoh, wasiat pernikahan, sampai-sampai ada yang curhat masalah rumah tangga barunya, pokoknya segala kejadian di rumah mau di curhatin di medsos (yang satu ini kayaknya lebay bingiit). Katanya sich niatnya mau memotivasi temen-temen yang lain, tapi kalo udah berlebihan, nggak bagus juga keles.

Okay baiklah, sekarang kita akan membahas mengenai High Quality Jomlo, what does it mean? Pada penasaran kan? Makanya ikutin terus tulisan Cek Noer sampai habis yaach. High Quality Jomlo maksudnya adalah Jomblo Berkualitas Tinggi, waduuh kayak gadget aja ya. Laa iya dong, emang mau jadi jomblo yang nggak berkualitas? Emang cuma pernikahan aja yang Samara (Sakinah-Mawaddah-Warohmah). Yang jomlo juga nggak boleh kalah dong, yang jomlo harus Samarata (Sabar-Menanti-Pangeran-Cinta). Cimiiw. Hiihi

Nah jika dihubungkan dengan “provokasi-provokasi” yang saya dapatkan di atas. Mungkin bukan cuma saya aja ya yang pernah mendapatkan bisikan-bisikan halus nan tajam seperti itu. Hiks hiks sungguh menyayat hati, lebay mode on. Atau bahkan sahabat, pernah juga mendapatkan bisikan yang jauh lebih tajam dari tajamnya celurit sawah. Maka prinsip Samarata harus ditegakkan degan adil dan bijaksana oleh para Jomblo-ers.

Guys, pernah baca ini kan. “Rejeki, Jodoh, Maut, sudah ditentukan.....”

Rezeki setiap hamba telah dijamin oleh Allah. Allah pun telah menetapkan kadar dan takaran bagian atau porsi rezeki tiap hamba (Lihat QS. Hud [11]: 6)

Dan Kami menciptakan kalian berpasang-pasangan.(QS. An-Naba’ [78] : 8)

Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. (QS. Ali Imran [3]: 145).

Oleh karena itu, kita tak perlu khawatir dengan apa yang telah ditetapkan oleh Yang Maha Kuasa. Nah yang harus dikhawatirkan adalah dengan cara apa kita mendapatkan ketiga itu. Pertama, rejeki, setiap manusia rejekinya sudah ditentukan oleh Allah. Jadi tugas kita adalah bagaimana cara mendapatkan rezeki tersebut, dengan cara yang baik dan halal tentunya. Karena yang kita harapkan bukan banyaknya jumlah, tapi keberkahannya yang paling utama. And yang ke dua, jodoh. “Kamu adalah seperti apa jodohmu.” Yuk kita baca firman Allah SWT...

“Wanita-wanita yang tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah untuk wanita yang tidak baik pula. Wanita yang baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik. (Qs. An Nur:26)

Nah, janji Allah itu pasti. Jangan ada keraguan atasnya. So, sekarang tugas kita adalah bagaimana caranya mendapatkan jodoh yang baik, tentunya semua harus dimulai dari diri kita sendiri. Jika kita berusaha menjadi pribadi yang baik, insyaAllah jodoh kita pun akan 11-12 dari kita. Nggak jauh-jauh beda laah. Nah yuk mari kita perbaiki diri supaya kita bisa jodoh yang baik juga.  Jadi jangan galau yaa, jika udah berusaha tapi belum dapet juga. Ini hanya masalah waktu. Keep Samarata! ^_^ Nah kalo maut, pasti maunya khusnul khotimah kan?


Teruntuk sahabatku Muslimah yang sedang menanti jodoh, aku juga. Hehe. Yuuk mari kita isi hari-hari kita dengan aktifitas yang bermanfaat. Baik bermanfaat buat diri kita sendiri, maupun orang lain yang ada di sekitar kita. Untuk diri sendiri, selain menggenapkan ibadah wajib, tak lupa ditambah dengan ibadah-ibadah sunnah untuk menambah kesempurnaan ibadah kita. Yaah, memperbaiki diri dan meningkatkan hubungan kita dengan Allah. Dan untuk orang lain, mari tebarkan senyuman kepada semua wanita. Siapapun dia, tua, muda, teman dekat, baru kenal. Karena senyum adaah sedekah termurah, hehe maunya yang gratisan aja yach. Menjaga hubungan baik dengan keluarga, tetangga, sahabat, dhuafa, anak yatim, dll. Wah wah, ternyata banyak juga yaa tugas kita di dunia ini. Kalo tugas kita sebanyak ini, kok bisa-bisanya sih kita masih menggalaukan masalah jodoh?. Menggalaukan seseorang yang belum ada di samping kita. Padahal, masih banyak orang-orang disekitar kita yang butuh perhatian kita. Aduuh, nyesel banget yaa. Nah sahabat, pada mau kan dapet jodoh yang soleh?. Ya dua itu tadi kuncinya, perbaiki hablumminallah dan hablumminannas.

Ssst, saya ada tambahan nich. Tapi diem-diem aja yach. Kata guru saya, pacaran sebelum menikah itu sangat di anjurkan. Saya jadi bingung, emang pacaran seperti apa sich yang dianjurkan. Siapa tahu bisa saya terapkan. Hehe. Kata beliau seperti ini, “Nur, kalo kamu mau nikah, pacaran itu wajib dalam budaya kita, supaya orang bisa ngenali kalo kamu udah manten atau belum.” Aduuh sambil garuk-garuk kepala. “Emang pacaran seperti apa sih bu yang sangat di anjurkan itu.” Nah kalo itu terserah kamu, mau pake pacar tumbuk atau pacar arab. Kalo pacar tumbuk biasanya dicampur pake asam jawa, biar tambah merah. Tapi kalo pacar arab langsung beli aja di toko oleh-oleh haji, biasanya ada. Gubrak, cabe deeh. Bukan itu bu maksud saya pacaran yang itu tu? Sambil kedip-kedip, “Oh pacaran itu, boleh-boleh aja, yang penting nggak pegang-pegangan, ciuman, dua-duaan, telponan, smsan, chatingan, dll. “Waduh, kalo itu mah emang bukan pacaran kali, tapi kalo surat-suratan gimana?” Sambil menggoda. “Oh kalo yang itu boleh, emang kamu mau pacaran sama kakek-kakek ya?. Jiaah.

Dan ada satu lagi diskusi kece bersama dosen saya ketika selesai bimbingan Laporan Akhir kemarin, kebetulan waktu itu rame-rame dengan temen saya. Setelah bimbingan, kami sedikit mengobrol ringan dengan beliau. Dosen pun bertanya, “Mouli, setelah kuliah mau kerja dimana?. Momo menjawab, “Belum tahu pak, nanti dicari dulu”. “Kalo Nini, mau kemana?”. Nini menjawab, “InsyaAllah yang masih berhubungan dengan pariwisata pak”. “Kalo Nur gimana?. Saya pun menjawab, “Kalo saya pak, setelah saya dapet ijasah saya mau cari ijab-sah.”. Seketika semuanya tertawa karena ulah saya tersebut.

Sahabat, plis deh jangan galau. Semuanya ditanggapi dengan santai aja. Tidak semua masalah harus di internalisasi. Apalagi buat kamu yang masih muda, sekitar 20-25 tahun. Masih banyak tugas negara yang belum kita selesaikan, jika masa muda saja disibukkan dengan bergalau ria, apa jadi nya negeri ini nanti. Apa mau kita termasuk ikan mati yang terbawa arus sungai?. Cie ilee. Kayak pidato ajee.

Sahabat, mungkin ada di antara kalian yang kurang setuju dengan tulisan saya di atas. Tapi, inilah ‘jeritan hati’ saya kepada orang-orang yang saya lihat hari-harinya selalu disibukkan dengan masalah jodoh, dikit-dikit bahas nikah, konsep nikah seperti apa ya nantinya, ini dan itu. Memang tidak salah, tapi tidak kah berlebihan jika hal tersebut selalu dibahas hampir setiap hari sementara kata “ta’aruf “ aja belum saya dengar darinya.

Tidakkah lebih baik kau sibukkan hari-harimu dengan kekasih-kekasihmu yang ada selama ini. Yaitu kedua orang tuamu, adik-kakakmu, kakek-nenekmu. Apakah pernah kau pikirkan, pokoknya jika setiap ayah pulang kerja, secangkir teh hangat harus tersedia di mejanya, pernahkah kau berpikir, pokokya sebelum saya menikah, saya ingin menaikkan haji kedua orang tua saya. Dan cita-cita mulia lainnya yang ingin kau persembahkan untuk kedua orang tuamu. Kenapa kita selalu disibukkan sedang hal-hal yang belum ada tapi kita sering melalaikan orang-orang yang ada di sekitar kita?.

Rasanya tidak pantas jika kita selalu memikirkan orang-orang yang belum tentu menjadi jodoh kita, bahkan belum memberikan apa-apa kepada kita. Sekalipun orang tersebut telah memberikan sesuatu yang bisa membuatmu bahagia, tentu tak akan pernah bisa dibandingkan atas apa yang telah diberikan oleh kedua orang tuamu. Seringkali kita melihat orang-orang yang sedang kasmaran, terlalu memuji kekasih hatinya tentang ini dan itu di medsos. Coba tanya apakah pernah dia memuji orang tuanya dengan sebaik-baiknya pujian? Bahkan melebihi pujian terhadap kekasihnya tersebut?.


So, To Be High Quality Jomblo, bukan sekedar menjadi wanita yang dapat menjaga pergaulan, pandangan, tangan, kemaluan, atau menjauhkan diri dari perbuatn zina, atau hal-hal yang berhubungan dengan pejagaan diri sebelum mendapatkan jodoh. Tapi sebenar-benarnya High Quality Jomblo adalah seseorang yang dapat membagi-bagi cintanya secara proporsional. Baik sebagai hamba Allah, sebagai seorang anak, sebagai seorang adik, sebagai seorang  kakak, dan sebagai seorang sahabat.

Wise Word : “Jangan pikirkan siapa jodohku kelak, tapi pikirkanlah sudahkan aku pantas disebut sebagai wanita sholehah?”

Salam manis dari bos kecil : Cek Noer ^_^
Senin, 28/04/2014