Ketika iman sudah tertancap di
hati seseorang, ketika datang perintah Allah dan Rasul-Nya, dia akan berkata,
“Kami mendengar dan kami taat.” Sikap seperti inilah yang harus dikedepankan
oleh setiap muslim dan muslimah terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya. Allah
Subhanahuwata’ala berfirman tentang orang-orang beriman,
“.
. . dan mereka mengatakan, ‘Kami mendengar dan kami taat’,” (al-Baqarah: 285)
Dalam ayat
lain Allah Subhanahuwata’ala berfirman,
“Tidaklah
pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan
Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi
mereka tentang urusan mereka. Barang siapa yang mendurhakai Allah dan
Rasul-Nya, sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata. (al-Ahzab:
36)
Diantara kewajiban yang
diperintahakan oleh Allah kepada setiap muslimah adalah memakai hijab syar’i
yang menutupi seluruh tubuh mereka. Perintah ini ditegakkan untuk kemaslahatan
(kebaikan) mereka di dunia dan di akhirat. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,
“Katakanlah
kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangan dan kemaluan
mereka, janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang (biasa)
tampak, dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada mereka . . .”
(an-Nur: 31)
Dalam ayat yang lain Allah
Subhanahuwata’ala berfirman,
“Wahai
Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-amak perempuanmu, dan istri-istri
orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuh
mereka.” (al-Ahzab: 59)
Disebutkan dalam sebuah hadits,
ketika Rasululah Sallallahu ‘alaihi wasallam memerintah para wanita untuk pergi
ke tempat dilaksanakannya shalat id,
seorang shahabiyah yang bernama Ummu ‘Athiyyah berkata, “Wahai Rasulullah,
diantara kami ada yang tidak memiliki jilbab,” Beliau menjawab,
“Hendaklah
saudarinya memakaikan (meminjamkan) jilbab kepadanya. (HR. Muslim no. 2093)
Dalam hadits yang lain, ‘Aisyah
Radhiyallahu ‘anha menuturkan,
“Dahulu
para wanita mukminah ikut shalat fajar (subuh) bersama Rasulullah Sallallahu
‘alaihi wasallam dengan menutupi tubuh mereka dengan kain. Selesai shalat,
mereka kembali ke rumah mereka dan tidak ada seorangpun yang mengenali mereka
karena suasana masih gelap.” (HR. al-Bukhari no. 578 dan Muslim no. 1491)
Wahai muslimah, tentu setiap
muslim ingin menjalankan perintah Allah sesuai dengan apa yang diinginkan oleh
Allah, sehingga amalannya terhitung sebagai amalan saleh yang kelak menjadi
pemberat timbangan amalan kebaikannya. Hijab atau jilbab mempunyai
ketentuan-ketentuan atau syarat-syarat yang harus dipenuhi agar sesuai dengan
perintah Allah dan Rasul-Nya. Berikut syarat-syarat hijab dan jilbab yang
syar’i.
1. Hijab harus menutupi seluruh
tubuh.
Hal ini berdasarkan firman Allah
Subhanahuwata’ala,
“Hendaklah
mereka mengulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka.” (al-Ahzab: 59)
Yang dimaksud jibab ialah kain
yang lebar atau lapang yang dapat menutupi seluruh tubuh.
2. Hijab harus tebal, tidak tips,
dan tidak transparan.
Dengan hijab seperti inilah upaya
menutupi aurat tercapai. Sebaliknya, jika yang digunakan jika yang digunakan
adalah pakaian yang tipis dan transparan, tidak tercapai tujuan menutup aurat
yang diperintahkan oleh agama.
3. Hijab yang dipakai tidak
mengandung perhiasan yang berlebihan sehingga menarik orang untuk melihatnya.
Hijab tersebut tidak diberi
hiasan yang berlebihan dan yang semisalnya, agar tidak membuat orang lain
terutama laki-laki tertarik untuk melihatnya. Allah Subhanahuwata’ala
berfirman,
“Janganlah
mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang (biasa) tampak darinya.
(an-Nur:31)
Menampakkan perhiasan berlebihan
maksudnya yang membuat semua pandangan orang tertuju kepadanya. Silahkan lihat Jilbab
al-Mar’ah al-Muslimah karya asy-Syaikh al-Albani.
4. Hijab harus lebar, tidak sempit/ketat,
sehingga tidak memperlihatkan lekukan tubuh.
Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Ada
dua golongan penduduk neraka yang belum aku lihat. Pertama sebuah kaum yang
memegang cambuk seperti ekor sapi, yang mereka gunakan untuk mencambuk manusia.
Kedua, para wanita yang berpakaian tetapi telanjang. Mereka berjalan
berlenggak-lenggok (berjalan dengan
menimbulkan fitnah/godaan). Kepala mereka seperti punuk unta yang miring.
Mereka tidak akan masuk surga dan tidak dapat mencium bau harum surga, padahal
baunya tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 5704)
5. Tidak memakai wewangian.
Rasulullah Sallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
“Wanita
mana saja yang memakai wewangian lalu berjalan melewati sebuah kaum supaya mencium
bau wanginya, maka dia adalah pezina.” (HR. Abu Dawud no. 4175, an-Nasa’i no.
5126, dan at-Tirmidzi no. 2786. Al-Imam at-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan
shahih.” Hadits ini dinyatakan hasan oleh asy-Syaikh al-Albani)
Tidak boleh memakai wewangian bukan
berarti tidak boleh menjaga kebersihan tubuh. Seorang muslimah juga harus berpenampilan bersih,
segar, dan rapi. Boleh menggunakan deodorant untuk menjaga aroma tubuh, dengan
catatan tidak menimbulkan bau yang semerbak yang dapat
menimbulkan syahwat bagi laki-laki yang mencium baunya.
6. Tidak menyerupai pakaian
wanita kafir.
Rasulullah Sallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
“Barang
siapa menyerupai suatu kaum, dia seperti mereka.” (HR. Abu Dawud no. 4033 dan
Ahmad dinyatakan shahih oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami’ no.
2831)
7. Tidak menyerupai pakaian
laki-laki.
Syari’at melarang wanita memakai
pakaian yang menyerupai pakaian lelaki. Hal ini dijelaskan dalam banyak dalil,
diantaranya sebuah hadits dari Ibnu ‘Abbas,
“Nabi
Sallallahu ‘alaihi wasallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan
wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. al-Bukhari no. 5886)
Begitu juga hadits dari Abu
Hurairah,
“Rasulullah
Sallallahu ‘alaihi wasallam melaknat laki-laki yang mengenakan pakaian
perempuan dan perempuan yang mengenakan pakaian laki-laki. (HR. Abu Dawud no.
4100, dinyatakan shahih oleh
asy-Syaikhal-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 5095)
Asy-Syaikh al-‘Allamah Shalih
al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Wanita tidak boleh memakai pakaian tasyabbuh
(menyerupai) dengan pakaian laki-laki atau dengan pakaian pakaian wanita-wanita
kafir . Dia juga tidak diperbolehkan memakai pakaian ketat yang menampakkan lekukkan
tubuh dan menimbulkan godaan. Pantalon mengandung semua larangan diatas
sehingga tidak diperbolehkan memakainya.” (al-Muntaqa 3/457)
8. Bukan pakaian syuhrah (pakaian
untuk mencari ketenaran).
Pakaian syuhrah adalah semua
pakaian yang dipakai dengan niat meraih kemasyhuran (ketenaran) ditengah-tengah
manusia, baik berupa pakaian mewah (mahal) yang dikenakan untuk membanggakan
dunia, maupun pakaian jelek yang dikenakan untuk menampakkan kezuhudan dan
karena riya’. Silahkan lihat Jilbab al-Mar’ah al-Muslimah karya asy-Syaikh
al-Albani.
Rasulullah Sallallahu ‘alaihi
wasallam melarang pakaian syuhrah. Beliau bersabda,
“Barang
siapa mengenakan pakaian (untuk mencari) kemasyhuran (ketenaran) di dunia.
Allah akan mengenakan untuknya pakaian kehinaan pada hari kiamat, kemudian Dia
kobarkan api di dalamnya.” (HR. Ibnu Majah no. 3607 dan Abu Dawud no. 4031,
dinyatakan hasan oleh asy-Syaikh al-AlBani Shahihul Jami’ no. 6526)
Itulah beberapa ketentuan satau
syarat hijab dan jilbab syar’i. Jilbab bukan sekedar kain yang dipakai sesuai
dengan keinginan. Jilbab bukan dipakai agar pemakaianya gaul, modis, dan cantik
dihadapan semua orang, terutama laki-laki. Jadi, apa yang dipilih oleh sebagian
muslimah yang memakai jilbab masih jauh dari ketentuan jilbab yang syar’i.
Kalau begitu katakanlah, “Yang kuinginkan hanya jilbab yang sesuai dengan
syari’at.”
Wallahu’alam bish showab.
Sourch : majalahqonitah.com